Search This Blog

Tuesday, October 28, 2025

Raja Di Pulau Sumbawa


LEMBAGA KEARIFAN LOKAL INDONESIA
 (AS`AD, S.Pd) 

RAJA SANGGAR

Muhammad syach Johan Kuning 1701 -1765

Muhammah Sulaiman 1790-1805

1805-18… Ismail Ali (raja selamat dari erupsi dan mengunsi ke Ngembe)

1815-1836   Ismail Ali dan Keluarganya  mendirikan pemerintahan  baru di Ngembe  Erupsi Tambora (Masa Transisi Kekosongan)

18…-1836 La Lisang Daeng Jare

1836 -1893 La Kore dipimpin oleh 5 (lima) raja-raja Keci l (masa Transisi) ;

·         Pamboeng Daeng Ngewa Boemi Tonga

·         La Kore Daeng Mandjare Boemi Toeropotowan

·         La Oesu Boemi Loema.

·         La Hi- ie Boemi Nakatongang

·         La Idrie Daeng Mambani, nakalasa

Nurdin Daeng Do 1819-1901

Abdullah Raja Sanggar 1901-1926

Abdullah Daeng Manggalai Raja Bima 1926-1933 Pengganti Raja sanggar (raja muda)  dan Raja Bicara Tanuang Bin Syamsuddin

 SANGGAR

         Sanggar menurut kamus bahasa Indonesia tempat wadah atau, sanggar seni. Sanggar menurut bahasa Bali adalah tempat (sanga) atau sanggar pemujaan yaitu tempat untuk menyimpan sesaji dalam istilah hindu kuno tempat pemujaan ini terbuat dari batu tersusun tinggi  disuguhkan sesaji dan tempat ini yang sakral (suci). “Sanggar” dalam bahasa Kore disebut sesajen  dari kata “Sasanggara “ (bhs.Kore) dan yang lumrah disebut oleh masyarakat setempat Sonjirasanggara(na). Pada umumnya di suku ini (Core/Kore/Koreh) dalam acara-acara sakral menyebutnya “sojirosangga”. Sojirosanggara adalah Prasyarat dan persyaratan wajib dipenuhi khusus dalam prosesi ritual karena dianggap hal yang sacral. Acara  yang dilaksanakan seperti upacara “Dewa” (Bhs,Kore) pengobatan dan memohon hujan, Upacara Prapernikahan, Kehamilan, menyambut kelahiran mengubur ari-ari bayi, memotong puser bayi dan lepas puser/”cafi sari “(bhs.Kore), Upacara khitanan,

    Kata “ Sanggar” menjadi kata yang lajim juga bagai penduduk suku Core yang sama ungkapan kata ”Sangari MeE”. Ungkapan kata “Sangari MeE” merupakan mitos yang menakutkan dan menyenangkan  bagi Penduduk Kerajaan Sanggar terutama karena wujud “Sanggari MeE” yang tinggi hitam besar yang sewaktu-waktu adalah bala bagi penduduk Boro. “Sanggari MeE”  juga merupakan pelindung kejahatan dari luar bagi penduduk kerajaan Sanggar karena dipercaya sebagai parafu (roh leluhur).  Sangari MeE ini bisa jelma menjadi baik, Sanggari MeE bisa menjaga mereka disekitar penduduk Sanggar dari serangan musuh dalam bentuk gaib, dan bisa menjadi jahat bagi penduduk Kerajaan Sanggar di Boro.  Sangari MeE biasa menyerang penduduk setempat dalam bentuk penyakit. Sangari Me`E juga kadang pada saat mereka tidur langsung  mencekik leher mengalami pesakitan. Umumnya pengakuan masyarakat setempat Sangari Me`E memiliki wujud hitam dengan tubuh besar dan tinggi. Orang yang mampu mengobati penyakit dan bala Sangari Me`E ini adalah Bola Said atau keturunan dari cucu Abdullah. Pengakuan Keturunan ini,  bahwa “Sangari Me`E”  merupakan Marafu/Parafu “Roh Leluhur” mereka.

  BORO

         “Boro” merupakan nama tempat sebagai pusat kerajaan Sanggar. Di Boro pusat kerajaan Sanggar telah berdiri sekitar abad Ke 11-12 SM. Sebelum letusan gunung Tambora.  tahun 1815 dan pasca letusan gunung Tambora pemerintahan kerajaan   Sanggar di perintah oleh Radja Muhammad Sulaiman Muhammad syach Johan Kuning 1701 -1765

Muhammah Sulaiman 1790-1805

1805-18… Ismail Ali (raja selamat dari erupsi dan mengunsi ke Ngembe)

1815-1836   Ismail Ali dan Keluarganya  mendirikan pemerintahan  baru di Ngembe  Erupsi Tambora

18…-1836 La Lisang Daeng Jare

1836 -1893 La Kore Jare dipimpin (masa perintahan di Ngembe) Wilayah kekuasaan di Ngembe berada di Kampung Kore dan Lewi Dewa Sebagai Tanah Sanggaji. Dan rdaja-rdaja Kecil (masa Transisi)  dari Ngembe Kembali Ke Sanggar. Awal Tahun 1893 -1819 mulaui terbangun lagi radja di Wilayah kerajaan Sanggar dengan pembagian tiga wilayah kekuasaan Bumi Toga(balambo/Kore) Daeng Ngewa. Bumi Toropotowan(Boro)mulai dari Punti Moro sampai Towan La Kore Daeng Jare . Bumi Luma(Piong) dari Ncama sampai Tampuro. Dan dua Pemerintaha kerajaan Nakatongang dan Nakalasa.

• Pamboeng Daeng Ngewa Boemi Tonga

• La Kore Daeng Mandjare Boemi Toeropotowan

• La Oesu Boemi Loema.

• La Hi- ie Boemi Nakatongang

• La Idrie Daeng Mambani, nakalasa

Nurdin Daeng Do 1819-1901 (Residensi Distrik Sanggar)

Abdullah Raja Sanggar 1901-1926

Tahun 1926 -1933 Sanggar di bawah kekuasaan Kerajaan Bima dan

Abdullah Daeng Manggalai Raja Bima 1926-1933 Pengganti Raja sanggar (raja muda)  dan Raja Bicara Tanuang Bin Syamsuddin.

 

BORO

         Kata ”Boro”  berasal dari kata  “Ata”(Ta) dan “Tamboro”. Kata “Ata” dalam bahasa kore  Orang/Suku.  Sedangkan “Tamboro” yang artinya Tambur atau Gendang. Kalau diartikan dalam Bahasa Kore yang artinya orang Gendang/Suku Gendang. Kebiasaan Suku Kore dahulu hingga kini masih mewarisi tradisi memukul gendang atau “tambor” untuk pengobatan, permohonan hujan, mencari orang yang hilang, bahkan untuk hal-hal yang gaib selalu membunyikan gendang agar dimasuki oleh yang gaib berkomunikasi serta menyampaikan pesan sesuatu hal yang gaib serta sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari.

         Penduduk atau suku Kore bila terdengar suara gendang atau Tambur, mereka terharu merasa sedih ketika saat ini pula mereka dimasuki oleh dunia gaib atau dipercayai masyarakat roh leluhur atau “Parafu”. Setelah dimasuki oleh roh leluhurnya, menari-nari dengan gerakan yang khas atau yang disebut masyarakat setempat “Dewa”. Sampai saat sekarang suku Kore di desa Boro masih aktif  melanjudkan tradisi Upacara Dewa. Kata “Tamboro” yang meliki keterkaitan dengan kerajaan Tambora/Tambur. Yang artinya kerajan Gendang/Tambor/tamboro/tambora. Dalam bahasa Bima“Tambora”artinnya orang yang menghilang(gaib). 

         kata”Boro” dalam bahasa Bima dari “Kaboro” artinya tempat atau pusat berkumpulnya orang-orang atau keturunan Radja Sangga  dari Ngembe yang selamat dari erupsi Tambora. Dari berbagi sumber masyarakat setempat wilayah “Boro” yaitu tempat kembali berkumpulnya orang-orang keturunan dan keluarga kerajaan Sanggar yang sebagian selamat akibat erupsi bencana letusan gunung Tambora tahun 1815. Sebagian penduduk yang selamat umumnya mengunsi di desa Ngembe  Bolo Bima  dan di wilayah di Tanjung Menangis Sumbawa. Pasca letusan Tambora mereka kembali mendirikan kerajaan yang musnah di Boro. Raja Sanggar yang selamat  dari erupsi Tambora menetap cukup lama beserta keluarganya di Ngembe Bima, setelah bertahun lamanya raja Sanggar yang selamat kembali datang mendirikan kembali kerajaan Sanggar di Boro.

Dari beberapa Sumber kami rangkul bahwa mereka mengakui pertama mereka mengisi wilayah sanggar hanya 20 kepala keluarga mengisi tanah sanggar ini dan sebagian sisanaya tidak kembali dan menetap di ngembe. Mereka memasuki wilayah sanggar mereka tinggal terpencar di sekitar Mata air. Dan sebagaian besar Asal muasal penduduk Sanggar dan pupulasinya memang keturunan Ngembe. Dan masa  kekuasaan Bima mengutus Penjabat Bima sekitar tahun 1926 dan sebagian penduk yang datang dari wera dan Lampe seperti di desa Taloko.

 

KORE

                        “Kore”  merupakan nama Seorang radja Masyarakat setempat menyebutnya Sanggaji Kore (radja). La Kore Menikahi Seorang Puteri Cantik Bernama Tabusia Berasal dari Kerajaan Bugis Makassar.

Puteri cantik datang dengan saudara Laki-lakinya dan prajurid kerajaaan ini sengaja diutus oleh Radja Bugis. Dari beberapa cerita keturunananya Puteri cantik kerajaan Bugis ini datang dengan kapal laut yang di dalam kapal tersebut datang dengan satu peti harta kerajaan berisi perhisan emas dan surat berharga.

             Dari riwayat keturunan ahli waris  Darusalam 57 tahun ketika diwawancarai Kedatangan Puteri raja ini melalui jalur laut dengan kapal kerajaan diantar oleh prajurit kerajaan dan saudara Tabusia dan di Sambut secara meriah oleh Penduduk Kerajaan Sanggar. Kedatangan Puteri Raja Bugis Makassar ini bersamaan Satu peti kayu yang berukir  kulit mutiara ini berisikan, Tejidjori emas sepasang, Peniti emas, Geno emas Sepasang, Duka emas 3 biji, kawari sepasang, baju bermotif emas, ikat pinggang emas dan botol keramik stempel kerajaan.

Pernikahan puteri raja Bugis Makssar Tabusia dan raja La Kore lahir dua anaknya Siti Aminah Deng dan Nurdin Daeng Do

.

         Nurdin memiliki Anak Laki-laki bernama memiliki putera pertama laki-laki yang sakti kebal senjata tajam benama “Jena” alias “La-Nggeri” dan anak laki terakhi bernama Abdullah. Nurdin di makamkan oleh muridnya raja Bima sultan Salahuddin di atas tanah Tahara makam raja-raja Bima, karena Nurdin Daeng Do ini merupakan guru Spritual Abdul Kahir Bima. Nurudin Deang Do Ini memiliki kalung Pusaka “Karonco Wawi” dan dipinjam sementara oleh muritnya untuk melawan Kompeni.

         Dalam sejarah masyarakat sanggar Jena/La Nggeri merupakan cucu Radja La Kore dihukum gantung oleh ayahnya Nurdin Daeng Do, karena sering melanggar hukum adat kerajaan dan sara agama.  Sampai sekarang sejarah “La Nggeri” Juga melegenda di masyarakat Sanggar sama melegendanya sepperti cerita Deng  La Minga.

         St Aminah Deng Djinden anak La Kore Radja Alam melairkan dua orang anak yakni Putera laki-laki bernama Djiden dan Dg La Minga atau Daeng La Minga. Dae La Minga adalah cucu Radja Alam La Kore yang cantik jelita merupakan sosok puteri cantik yang melegenda di masyarakat sanggar sampai saat ini. Kecantikannya di juluki masyakat setempat dalam bahasa Kore “Waja Koka Ngaka Ninu ei Ngino “  artinya, gambaran kecantikan  Dae La Minga nampak terlihat terurai nasi dikerongkongannya. 

         Kerajaan – kerajaan luar Nusantara dalam peta perdagangan protugis di pulau Sumbawa sekitar abad ke 14-15 orientalis lebih menyebutkan kerajaan  “ Core, Caumbawa, Boema, Tamboro“ (Sumber; peta Protugis perdagangan dunia kerajaaan-kerajaan Nusantara  tahun 1514). Kerajaan Sanggar “Core” merupakan pusat pemerintahan dalam peta politik perdagangan Dunia kerajaan nusantara. . Artinya pada abad 14-15 Core lebih ter kenal ketimbang Sanggar. Core mununjukan Bahasa dan suku pada abad ke 14-15  karna sangat penting dalam perdagangan dunia kerajaan – kerajaan Nusantara di semenanjung Sanggar. Artinya bahwa di semenajung Sanggar penyebaran suku telah lama sebelum kerajaan-kerajaan Islam menguasai kerajaan di Nusantara. Dari sumber masyarakat setempat desa Boro (H.Bakar  Said : 57 th.) “ Bahwa sebelum adanya kerajaan Tambora, Sanggar, Pekat, sudah ada dua kerajaan yang ada di lereng  Gunung Tambora yaitu Kerajaan  Jempaka dan Aga dan kenkelu”. Dalam Peta protugis tahun 1513-1539 sebelum letusan tambora dirincikan dalam wilayah pulau Sumbawa ada tiga wilayah sentral tempat persinggahan kapal-kapal luar negeri datang ke kerajaan di Nusantara untuk di wilayah pulau Sumbawa yaitu sentral pelabuhan Caumbawa, Core dan Bima. tiga wilaya pelabuhan ini masuk dalam peta sentral perdagangan kerajaan – kerajaan di dunia abad ke 14 -15 SM.

         Kata “Kore” merupakan nama suku sebagian penduduk yang selamat akibat letusan gunung Tambora berada di semenanjung Sanggar yang samapai saat ini sebagian penduduk masih berkomunikasi dan bertutur menggunakan  bahasa Kore/Core, terutama yang mediami di desa Boro, desa Taloko, desa Piong dan sebagian kecil lainyan berada di desa Kore.

 

TAMBORA

SULTAN  (tambora menjadi kerajaan islam 1675)

1794-1800 Abdul Rasdyid Tajul Arifin

1800-1801 Muhammad Tajul Masahur

1801-1815 Abdul Jafar Daeng Mataram

TAMBORA A Muslim Sultanate on the island of Sumbawa in Indonesia. Sumbawa is in southern Indonesia,pree Islands of jafa and twon of Bali. Tambora`s greatest claim to fame is that it, along with much of the island, was destroyed in 1815 by eruption of the Tambora Volkano. Thisis massive eruption was one of everal which occurred within a few week of each other. The resulting ash clouds lowered the Northen emisphere`s temperature  enough to lead famine and abnormally cold summers throughout North America and Eurasia.  Thoung the cause of this ecological crisis what the time unknown, the effects din not go anoticed –in American history 1815-16 was long remembered as the coldest year in recorded history, ibid “eighteer hundred and froze to death”

Kalankong………………….……………………………….……. 1675-..?

Jamal ud-Din…………………………………..………….……… ? – 1687

Nizamuddin Abdul Basir……………….………………..1687-1697 d.1719

Damala Daeng Mamangon…....……………………….………..1697-1716

Abdul Azis…………..…….………………………………….1716-c.-1724

Abdul  Rahman………………….…………………………..…. 1726-1748

Jeneli Kadingding…………..…………………………………….……1748

Ujung Pandang Abdul Said Juhan Kamalasa…………………..1748 d.1771

Tureli Tambora……………………….......…………………….. 1748-1749

Ujung Pandang Abdul Said Juhan Kumalasa……….....(rest.)… 1748-1771

Tahmidullah Hidayatun Minalla ……………………………… 1771-1773

Abdul Rasid  Talul Arifin………………………………………1773-1800

Muhammad Tajul Masahor……………………………………1800-1801

Abdul Ja`far Daeng Matara……………………………………..1801-1815

 

            Tambora “Tamboro”. Kata “Ata” dalam bahasa kore  Orang/Suku.  Sedangkan “Tamboro” yang artinya Tambur atau Gendang. Kalau diartikan dalam Bahasa Kore yang artinya orang Gendang/Suku Gendang. Kebiasaan Suku Kore dahulu hingga kini masih mewarisi tradisi memukul gendang atau “tambor” untuk pengobatan, permohonan hujan, mencari orang yang hilang, bahkan untuk hal-hal yang gaib selalu membunyikan gendang agar dimasuki oleh yang gaib berkomunikasi serta menyampaikan pesan sesuatu hal yang gaib serta sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari.

         Tambora Dalam Bahasa Bima- Dompu  artinya ajakan mehilang atau menjauh dari gunung Tambora . Ajakan  itu di peruntukkan penduduk Tambora untuk menghindari bencana dan bahaya yang mengancam penduduk sekitar.

Dari beberapa riwayat bahwa tambora merupakan nama ibu kota kejaaan yang berada di kerajaan Kenkelu. Kerajaan kenkelu. Disekitar Tambora ada kerajaan lain seperti Cempaka dan Aga, Papekat dan Kerajaan Sanggar.

            Keterangan Local dari Belanda ; Dalam catatan Francois Valentijn berjudul “Oud en Nifuw” Dost –Indien(1726) ia menyerbutkan Bahwa Kerajaan Tambora (Koneng Van Tambora) mencakup daerah “Cadingding, Cakee Leo, Baramboen, Wawon, Lawasa, Panpoeti, Laleeka, Salape, Sakeemy, Laewong, Waro, Tanga, Soekon, Catoepat, Toewy, Tompo, Calomon dan Lain.

Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum(1726-1752) catatan harian yang di tulid dalam Benteng Rotterdam, Makassar  antara 1726-1752. Catatan itu dipublikasikan pada tahun 1938 oleh sejarawan  Belanda Dr. F.W. Stapelito dalam BKI  Deel 96 . Catatan  itu juga mencatat mengenai perkembangan sejarah politik yang terjadi di pulau Sumbawa, sekarang pulsu Sulawesi dalam catatan  tersebut antara lain disebutkan Daeng Mamangaon sebagai raja Tambora(Daeng Mamangon afterjen als Koning Van Tambora)

Catatan Gubernur Makassar “Roelof Blok dalam” Biknopte gesghiedenis Van  het Makassar  rsche Celebers en on her Hoong heden(1759). Naska yang lalu di ingriskan “ History of the island of Calebert oleh Kapten John Von Stuben Voll pada tahun 1817 itu antara lain blok menyatakan bahwa di pulau Sumbawa ada kerajaan Bima, Dompo, Tambora, Sanggar, Papekat, dan Sumbawa yang semuanya mandiri(the petty Kindoms on the opposite shore on on the of island Sumbawa Viz Beema, Dompo, Tambora, Sanggar, Papekat, Sumbawa, are all.

         Radja Tambora Daeng Mamongon Alias Djamaludin  yang lahir pad atahun 1662 adalah keturunan radja Gowa ayahnay bumi Soro atau Karaeng Popo adalah Gubernur Sumbawa terakhir radaj Gowa yang termasuk cucu Karaeng Patinganlloang.

          Dari Radja di atas ada beberapa keturunan radja Tambora  yang diasingkan oleh VOC ke Capen Town, Afrika Selatan pada tahun 1697. Radja Tambora Nijam ad-Din Abdul Al Basir yang  diasingkan oleh VOC ini adalah ahli Tafsir Al qur`an.

 

                                                                    PEKAT      

Radja Papekat

Ince (1675)

Abd.ac-Cilih Mandar Sah Ganili ( 1701)

Daerng Mangalla (1707-1719)

Abd as-Sa`id (17..-1753)

Abd. al- Burhan atau Abdul Barahim (1735-1739)

Daeng Sado (1739-17..)

Abdul Gafur atau Abdul Rasul(17..-1755)

Abd. Rahman atau Abd. Halim (1755-1768)

Abd. al –Muhamad (1794-1815) meninggal akibat letusan Tambora

 

DOMPO

Muhammad Zainul Abidin (1799-1809)

Abdul Rasul II (1809-18..)

 

 

SUMBAWA

Mas Cini (1648-1686)

Mas Gowa (1668-1673)

Amas Madina (1701-1725)

Radja Tuan Datuk Setelok (1725-….)

Ga;las ad-Din atau Datuk Taliwang (1762-1763)

Muhammad Qahar ad-Din I(1731-1759)

Karaeng Bantoa(1759-1762)

Hasan ad-Din II atau Datuk Jerewe(1762-1763

Muhammad Galal ad-Din II atau Datuk Taliwang(1763-1766)

Mustafa atau Mahmud Mappa Conga (1766-1780)

Harun ar-Rasid II atau Datu Bodi (1780-1791)

Safi ad-Din atau Daeng Massiki (1791-1795)

Muhammad Qahhar ad-Din II (1795-1816)

 

                                                                 BIMA

Hasanuddin Muhammad Ali (1689-1731)

Alaudin Muhammad(1706-1748)

Kamalat(1728-1753)

Abdul Karim Muhammad (1735-1773)

Syafudiddin Abdul Hamid Muhammad (1762-1817)

Ismail Muhammad (1797-1854)

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

SUNGAI PETO TERSEMBUNYI DARI AIR TERJUN OI MARAI

Tambora memang menyimpan keindahan Alam bukan soal sejarah letusan, tapi juga keindahan air terjun. Selama ini banyak pengiat wisata hanya l...