RAJA SANGGAR
Muhammad syach Johan Kuning 1701 -1765
Muhammah Sulaiman 1790-1805
1805-18… Ismail Ali (raja selamat dari erupsi dan mengunsi
ke Ngembe)
1815-1836 Ismail Ali dan Keluarganya mendirikan pemerintahan baru di Ngembe Erupsi Tambora (Masa Transisi Kekosongan)
18…-1836 La Lisang Daeng Jare
1836 -1893 La Kore dipimpin oleh 5 (lima) raja-raja Keci l (masa
Transisi) ;
·
Pamboeng Daeng Ngewa Boemi Tonga
·
La Kore Daeng Mandjare Boemi Toeropotowan
·
La Oesu Boemi Loema.
·
La Hi- ie Boemi Nakatongang
·
La Idrie Daeng Mambani, nakalasa
Nurdin Daeng Do 1819-1901
Abdullah Raja Sanggar 1901-1926
Abdullah Daeng Manggalai Raja Bima 1926-1933 Pengganti Raja
sanggar (raja muda) dan Raja Bicara
Tanuang Bin Syamsuddin
SANGGAR
Sanggar
menurut kamus bahasa Indonesia tempat wadah atau, sanggar seni. Sanggar menurut
bahasa Bali adalah tempat (sanga) atau sanggar pemujaan yaitu tempat untuk
menyimpan sesaji dalam istilah hindu kuno tempat pemujaan ini terbuat dari batu
tersusun tinggi disuguhkan sesaji dan
tempat ini yang sakral (suci). “Sanggar” dalam bahasa Kore disebut sesajen dari kata “Sasanggara “ (bhs.Kore) dan yang lumrah disebut oleh masyarakat setempat
Sonjirasanggara(na). Pada umumnya di
suku ini (Core/Kore/Koreh) dalam
acara-acara sakral menyebutnya “sojirosangga”. Sojirosanggara adalah Prasyarat
dan persyaratan wajib dipenuhi khusus dalam prosesi ritual karena dianggap hal
yang sacral. Acara yang dilaksanakan
seperti upacara “Dewa” (Bhs,Kore)
pengobatan dan memohon hujan, Upacara Prapernikahan, Kehamilan, menyambut
kelahiran mengubur ari-ari bayi, memotong puser bayi dan lepas puser/”cafi sari
“(bhs.Kore), Upacara khitanan,
Kata “ Sanggar” menjadi kata yang lajim juga bagai
penduduk suku Core yang sama ungkapan kata ”Sangari MeE”. Ungkapan kata
“Sangari MeE” merupakan mitos yang menakutkan dan menyenangkan bagi Penduduk Kerajaan Sanggar terutama
karena wujud “Sanggari MeE” yang tinggi hitam besar yang sewaktu-waktu adalah
bala bagi penduduk Boro. “Sanggari MeE”
juga merupakan pelindung kejahatan dari luar bagi penduduk kerajaan
Sanggar karena dipercaya sebagai parafu (roh leluhur). Sangari MeE ini bisa jelma menjadi baik,
Sanggari MeE bisa menjaga mereka disekitar penduduk Sanggar dari serangan musuh
dalam bentuk gaib, dan bisa menjadi jahat bagi penduduk Kerajaan Sanggar di
Boro. Sangari MeE biasa menyerang
penduduk setempat dalam bentuk penyakit. Sangari Me`E juga kadang pada saat
mereka tidur langsung mencekik leher
mengalami pesakitan. Umumnya pengakuan masyarakat setempat Sangari Me`E
memiliki wujud hitam dengan tubuh besar dan tinggi. Orang yang mampu mengobati
penyakit dan bala Sangari Me`E ini adalah Bola Said atau keturunan dari cucu
Abdullah. Pengakuan Keturunan ini, bahwa
“Sangari Me`E” merupakan Marafu/Parafu
“Roh Leluhur” mereka.
“Boro”
merupakan nama tempat sebagai pusat kerajaan Sanggar. Di Boro pusat kerajaan
Sanggar telah berdiri sekitar abad Ke 11-12 SM. Sebelum letusan gunung Tambora.
tahun 1815 dan pasca letusan gunung
Tambora pemerintahan kerajaan Sanggar
di perintah oleh Radja Muhammad Sulaiman Muhammad syach Johan Kuning 1701 -1765
Muhammah Sulaiman 1790-1805
1805-18… Ismail Ali (raja selamat
dari erupsi dan mengunsi ke Ngembe)
1815-1836 Ismail Ali dan Keluarganya mendirikan pemerintahan baru di Ngembe Erupsi Tambora
18…-1836 La Lisang Daeng Jare
1836 -1893 La Kore Jare dipimpin
(masa perintahan di Ngembe) Wilayah kekuasaan di Ngembe berada di Kampung Kore
dan Lewi Dewa Sebagai Tanah Sanggaji. Dan rdaja-rdaja Kecil (masa
Transisi) dari Ngembe Kembali Ke
Sanggar. Awal Tahun 1893 -1819 mulaui terbangun lagi radja di Wilayah kerajaan
Sanggar dengan pembagian tiga wilayah kekuasaan Bumi Toga(balambo/Kore) Daeng
Ngewa. Bumi Toropotowan(Boro)mulai dari Punti Moro sampai Towan La Kore Daeng
Jare . Bumi Luma(Piong) dari Ncama sampai Tampuro. Dan dua Pemerintaha kerajaan
Nakatongang dan Nakalasa.
• Pamboeng
Daeng Ngewa Boemi Tonga
• La
Kore Daeng Mandjare Boemi Toeropotowan
• La
Oesu Boemi Loema.
• La
Hi- ie Boemi Nakatongang
• La
Idrie Daeng Mambani, nakalasa
Nurdin Daeng Do 1819-1901 (Residensi
Distrik Sanggar)
Abdullah Raja Sanggar 1901-1926
Tahun 1926 -1933 Sanggar di bawah
kekuasaan Kerajaan Bima dan
Abdullah Daeng Manggalai Raja Bima 1926-1933 Pengganti
Raja sanggar (raja muda) dan Raja Bicara
Tanuang Bin Syamsuddin.
BORO
Kata
”Boro” berasal dari kata “Ata”(Ta) dan “Tamboro”. Kata “Ata” dalam
bahasa kore Orang/Suku. Sedangkan
“Tamboro” yang artinya Tambur atau Gendang.
Kalau diartikan dalam Bahasa Kore yang artinya orang Gendang/Suku Gendang.
Kebiasaan Suku Kore dahulu hingga kini masih mewarisi tradisi memukul gendang
atau “tambor” untuk pengobatan, permohonan hujan, mencari orang yang hilang,
bahkan untuk hal-hal yang gaib selalu membunyikan gendang agar dimasuki oleh
yang gaib berkomunikasi serta menyampaikan pesan sesuatu hal yang gaib serta
sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari.
Penduduk
atau suku Kore bila terdengar suara gendang atau Tambur, mereka terharu merasa
sedih ketika saat ini pula mereka dimasuki oleh dunia gaib atau dipercayai
masyarakat roh leluhur atau “Parafu”. Setelah dimasuki oleh roh leluhurnya,
menari-nari dengan gerakan yang khas atau yang disebut masyarakat setempat
“Dewa”. Sampai saat sekarang suku Kore di desa Boro masih aktif melanjudkan tradisi Upacara Dewa. Kata
“Tamboro” yang meliki keterkaitan dengan kerajaan Tambora/Tambur. Yang artinya
kerajan Gendang/Tambor/tamboro/tambora. Dalam bahasa Bima“Tambora”artinnya
orang yang menghilang(gaib).
kata”Boro”
dalam bahasa Bima dari “Kaboro” artinya tempat atau pusat berkumpulnya orang-orang
atau keturunan Radja Sangga dari Ngembe
yang selamat dari erupsi Tambora. Dari berbagi sumber masyarakat setempat
wilayah “Boro” yaitu tempat kembali berkumpulnya orang-orang keturunan dan
keluarga kerajaan Sanggar yang sebagian selamat akibat erupsi bencana letusan
gunung Tambora tahun 1815. Sebagian penduduk yang selamat umumnya mengunsi di
desa Ngembe Bolo Bima dan di wilayah di Tanjung Menangis Sumbawa.
Pasca letusan Tambora mereka kembali mendirikan kerajaan yang musnah di Boro.
Raja Sanggar yang selamat dari erupsi
Tambora menetap cukup lama beserta keluarganya di Ngembe Bima, setelah bertahun
lamanya raja Sanggar yang selamat kembali datang mendirikan kembali kerajaan Sanggar
di Boro.
Dari beberapa
Sumber kami rangkul bahwa mereka mengakui pertama mereka mengisi wilayah
sanggar hanya 20 kepala keluarga mengisi tanah sanggar ini dan sebagian
sisanaya tidak kembali dan menetap di ngembe. Mereka memasuki wilayah sanggar
mereka tinggal terpencar di sekitar Mata air. Dan sebagaian besar Asal muasal
penduduk Sanggar dan pupulasinya memang keturunan Ngembe. Dan masa kekuasaan Bima mengutus Penjabat Bima sekitar
tahun 1926 dan sebagian penduk yang datang dari wera dan Lampe seperti di desa
Taloko.
KORE
“Kore” merupakan nama Seorang radja Masyarakat
setempat menyebutnya Sanggaji Kore (radja). La Kore Menikahi Seorang Puteri
Cantik Bernama Tabusia Berasal dari Kerajaan Bugis Makassar.
Puteri cantik datang dengan saudara
Laki-lakinya dan prajurid kerajaaan ini sengaja diutus oleh Radja Bugis. Dari
beberapa cerita keturunananya Puteri cantik kerajaan Bugis ini datang dengan
kapal laut yang di dalam kapal tersebut datang dengan satu peti harta kerajaan
berisi perhisan emas dan surat berharga.
Dari riwayat keturunan ahli waris Darusalam 57 tahun ketika diwawancarai
Kedatangan Puteri raja ini melalui jalur laut dengan kapal kerajaan diantar
oleh prajurit kerajaan dan saudara Tabusia dan di Sambut secara meriah oleh
Penduduk Kerajaan Sanggar. Kedatangan Puteri Raja Bugis Makassar ini bersamaan
Satu peti kayu yang berukir kulit mutiara
ini berisikan, Tejidjori emas sepasang, Peniti emas, Geno emas Sepasang, Duka
emas 3 biji, kawari sepasang, baju bermotif emas, ikat pinggang emas dan botol
keramik stempel kerajaan.
Pernikahan puteri raja Bugis Makssar
Tabusia dan raja La Kore lahir dua anaknya Siti Aminah Deng dan Nurdin Daeng Do
.
Nurdin
memiliki Anak Laki-laki bernama memiliki putera pertama laki-laki yang sakti
kebal senjata tajam benama “Jena” alias “La-Nggeri” dan anak laki terakhi
bernama Abdullah. Nurdin di makamkan oleh muridnya raja Bima sultan Salahuddin
di atas tanah Tahara makam raja-raja Bima, karena Nurdin Daeng Do ini merupakan
guru Spritual Abdul Kahir Bima. Nurudin Deang Do Ini memiliki kalung Pusaka
“Karonco Wawi” dan dipinjam sementara oleh muritnya untuk melawan Kompeni.
Dalam
sejarah masyarakat sanggar Jena/La Nggeri merupakan cucu Radja La Kore dihukum
gantung oleh ayahnya Nurdin Daeng Do, karena sering melanggar hukum adat
kerajaan dan sara agama. Sampai sekarang
sejarah “La Nggeri” Juga melegenda di masyarakat Sanggar sama melegendanya
sepperti cerita Deng La Minga.
St
Aminah Deng Djinden anak La Kore Radja Alam melairkan dua orang anak yakni
Putera laki-laki bernama Djiden dan Dg La Minga atau Daeng La Minga. Dae La
Minga adalah cucu Radja Alam La Kore yang cantik jelita merupakan sosok puteri
cantik yang melegenda di masyarakat sanggar sampai saat ini. Kecantikannya di
juluki masyakat setempat dalam bahasa Kore “Waja Koka Ngaka Ninu ei Ngino
“ artinya, gambaran kecantikan Dae La Minga nampak terlihat terurai nasi
dikerongkongannya.
Kerajaan
– kerajaan luar Nusantara dalam peta perdagangan protugis di pulau Sumbawa
sekitar abad ke 14-15 orientalis lebih menyebutkan kerajaan “ Core, Caumbawa, Boema, Tamboro“ (Sumber; peta Protugis perdagangan dunia
kerajaaan-kerajaan Nusantara tahun 1514).
Kerajaan Sanggar “Core” merupakan pusat pemerintahan dalam peta politik
perdagangan Dunia kerajaan nusantara. . Artinya pada abad 14-15 Core lebih ter
kenal ketimbang Sanggar. Core mununjukan Bahasa dan suku pada abad ke 14-15 karna sangat penting dalam perdagangan dunia
kerajaan – kerajaan Nusantara di semenanjung Sanggar. Artinya bahwa di
semenajung Sanggar penyebaran suku telah lama sebelum kerajaan-kerajaan Islam
menguasai kerajaan di Nusantara. Dari sumber masyarakat setempat desa Boro
(H.Bakar Said : 57 th.) “ Bahwa sebelum
adanya kerajaan Tambora, Sanggar, Pekat, sudah ada dua kerajaan yang ada di
lereng Gunung Tambora yaitu
Kerajaan Jempaka dan Aga dan kenkelu”.
Dalam Peta protugis tahun 1513-1539 sebelum letusan tambora dirincikan dalam
wilayah pulau Sumbawa ada tiga wilayah sentral tempat persinggahan kapal-kapal
luar negeri datang ke kerajaan di Nusantara untuk di wilayah pulau Sumbawa
yaitu sentral pelabuhan Caumbawa, Core dan Bima. tiga wilaya pelabuhan ini
masuk dalam peta sentral perdagangan kerajaan – kerajaan di dunia abad ke 14
-15 SM.
Kata
“Kore” merupakan nama suku sebagian penduduk yang selamat akibat letusan gunung
Tambora berada di semenanjung Sanggar yang samapai saat ini sebagian penduduk
masih berkomunikasi dan bertutur menggunakan
bahasa Kore/Core, terutama yang mediami di desa Boro, desa Taloko, desa
Piong dan sebagian kecil lainyan berada di desa Kore.
TAMBORA
SULTAN (tambora
menjadi kerajaan islam 1675)
1794-1800 Abdul Rasdyid Tajul Arifin
1800-1801 Muhammad Tajul Masahur
1801-1815 Abdul Jafar Daeng Mataram
TAMBORA A Muslim Sultanate on the island of Sumbawa in
Indonesia. Sumbawa is in southern Indonesia,pree Islands of jafa and twon of
Bali. Tambora`s greatest claim to fame is that it, along with much of the
island, was destroyed in 1815 by eruption of the Tambora Volkano. Thisis
massive eruption was one of everal which occurred within a few week of each
other. The resulting ash clouds lowered the Northen emisphere`s
temperature enough to lead famine and
abnormally cold summers throughout North America and Eurasia. Thoung the cause of this ecological crisis
what the time unknown, the effects din not go anoticed –in American history
1815-16 was long remembered as the coldest year in recorded history, ibid
“eighteer hundred and froze to death”
Kalankong………………….……………………………….……. 1675-..?
Jamal ud-Din…………………………………..………….……… ? – 1687
Nizamuddin Abdul Basir……………….………………..1687-1697
d.1719
Damala Daeng Mamangon…....……………………….………..1697-1716
Abdul Azis…………..…….………………………………….1716-c.-1724
Abdul
Rahman………………….…………………………..…. 1726-1748
Jeneli Kadingding…………..…………………………………….……1748
Ujung Pandang Abdul Said Juhan Kamalasa…………………..1748
d.1771
Tureli Tambora……………………….......……………………..
1748-1749
Ujung Pandang Abdul Said Juhan Kumalasa……….....(rest.)…
1748-1771
Tahmidullah Hidayatun Minalla ………………………………
1771-1773
Abdul Rasid Talul
Arifin………………………………………1773-1800
Muhammad Tajul Masahor……………………………………1800-1801
Abdul Ja`far Daeng
Matara……………………………………..1801-1815
Tambora “Tamboro”. Kata “Ata” dalam bahasa
kore Orang/Suku. Sedangkan “Tamboro” yang artinya Tambur atau
Gendang. Kalau diartikan dalam Bahasa
Kore yang artinya orang Gendang/Suku Gendang. Kebiasaan Suku Kore dahulu hingga
kini masih mewarisi tradisi memukul gendang atau “tambor” untuk pengobatan, permohonan
hujan, mencari orang yang hilang, bahkan untuk hal-hal yang gaib selalu
membunyikan gendang agar dimasuki oleh yang gaib berkomunikasi serta
menyampaikan pesan sesuatu hal yang gaib serta sesuatu yang akan terjadi di
kemudian hari.
Tambora
Dalam Bahasa Bima- Dompu artinya ajakan
mehilang atau menjauh dari gunung Tambora . Ajakan itu di peruntukkan penduduk Tambora untuk
menghindari bencana dan bahaya yang mengancam penduduk sekitar.
Dari beberapa riwayat bahwa tambora merupakan nama ibu
kota kejaaan yang berada di kerajaan Kenkelu. Kerajaan kenkelu. Disekitar
Tambora ada kerajaan lain seperti Cempaka dan Aga, Papekat dan Kerajaan
Sanggar.
Keterangan Local dari Belanda ;
Dalam catatan Francois Valentijn berjudul “Oud en Nifuw” Dost –Indien(1726) ia
menyerbutkan Bahwa Kerajaan Tambora (Koneng Van Tambora) mencakup daerah
“Cadingding, Cakee Leo, Baramboen, Wawon, Lawasa, Panpoeti, Laleeka, Salape,
Sakeemy, Laewong, Waro, Tanga, Soekon, Catoepat, Toewy, Tompo, Calomon dan
Lain.
Corpus
Diplomaticum Neerlando-Indicum(1726-1752) catatan harian yang di tulid dalam
Benteng Rotterdam, Makassar antara
1726-1752. Catatan itu dipublikasikan pada tahun 1938 oleh sejarawan Belanda Dr. F.W. Stapelito dalam BKI Deel 96 . Catatan itu juga mencatat mengenai perkembangan
sejarah politik yang terjadi di pulau Sumbawa, sekarang pulsu Sulawesi dalam
catatan tersebut antara lain disebutkan
Daeng Mamangaon sebagai raja Tambora(Daeng Mamangon afterjen als Koning Van
Tambora)
Catatan Gubernur
Makassar “Roelof Blok dalam” Biknopte gesghiedenis Van het Makassar
rsche Celebers en on her Hoong heden(1759). Naska yang lalu di ingriskan
“ History of the island of Calebert oleh Kapten John Von Stuben Voll pada tahun
1817 itu antara lain blok menyatakan bahwa di pulau Sumbawa ada kerajaan Bima,
Dompo, Tambora, Sanggar, Papekat, dan Sumbawa yang semuanya mandiri(the petty
Kindoms on the opposite shore on on the of island Sumbawa Viz Beema, Dompo,
Tambora, Sanggar, Papekat, Sumbawa, are all.
Radja
Tambora Daeng Mamongon Alias Djamaludin
yang lahir pad atahun 1662 adalah keturunan radja Gowa ayahnay bumi Soro
atau Karaeng Popo adalah Gubernur Sumbawa terakhir radaj Gowa yang termasuk
cucu Karaeng Patinganlloang.
Dari Radja di atas ada beberapa
keturunan radja Tambora yang diasingkan
oleh VOC ke Capen Town, Afrika Selatan pada tahun 1697. Radja Tambora Nijam
ad-Din Abdul Al Basir yang diasingkan
oleh VOC ini adalah ahli Tafsir Al qur`an.
PEKAT
Radja Papekat
Ince (1675)
Abd.ac-Cilih Mandar Sah Ganili (
1701)
Daerng Mangalla (1707-1719)
Abd as-Sa`id (17..-1753)
Abd. al- Burhan atau Abdul Barahim
(1735-1739)
Daeng Sado (1739-17..)
Abdul Gafur atau Abdul
Rasul(17..-1755)
Abd. Rahman atau Abd. Halim
(1755-1768)
Abd. al –Muhamad (1794-1815)
meninggal akibat letusan Tambora
DOMPO
Muhammad Zainul Abidin (1799-1809)
Abdul Rasul II (1809-18..)
SUMBAWA
Mas
Cini (1648-1686)
Mas
Gowa (1668-1673)
Amas
Madina (1701-1725)
Radja
Tuan Datuk Setelok (1725-….)
Ga;las
ad-Din atau Datuk Taliwang (1762-1763)
Muhammad
Qahar ad-Din I(1731-1759)
Karaeng
Bantoa(1759-1762)
Hasan
ad-Din II atau Datuk Jerewe(1762-1763
Muhammad
Galal ad-Din II atau Datuk Taliwang(1763-1766)
Mustafa
atau Mahmud Mappa Conga (1766-1780)
Harun
ar-Rasid II atau Datu Bodi (1780-1791)
Safi
ad-Din atau Daeng Massiki (1791-1795)
Muhammad
Qahhar ad-Din II (1795-1816)
BIMA
Hasanuddin Muhammad Ali (1689-1731)
Alaudin Muhammad(1706-1748)
Kamalat(1728-1753)
Abdul Karim Muhammad (1735-1773)
Syafudiddin Abdul Hamid Muhammad (1762-1817)
Ismail Muhammad (1797-1854)
No comments:
Post a Comment