Thursday, June 18, 2015

JEJAKKU UNTUK NEGERI TAMBORA


JEJAKKU UNTUK NEGERI TAMBORA

Oleh AS`AD (Lembaga Kearifan Lokal Indonesia)

Berjalan setapak demi setapak daripada berdiam diri
Berbuat sesuatu daripada tak membuahkan sesuatu
Tak ada rotan akarpunjadi
Segala sesuatu pasti terlaksana jua

            Jejak perjalanan ini melelahkan untuk negeriku, tapi kemana aku harus berkeluh kesa. Kisah perjalan ini adalah perjuanganku untuk menemukan kembali sebuah identitasku yang hilang sejak letusan Tambora tahun 1815 terjadi 200 tahun lalu. impian itu ketika aku menuai menganyam akar, bertemu dengan kerajinan rotan,mereka membagikan rotan-rotannya itu untukku, dibuat negeriku Tambora menjadi anyaman kerajinan rotan yang sangat indah. Aku tak tahu apa yang harus aku katakan ternyata orang-orang asing lebih memahami negeriku, aku dibuatnya seperti orang asing, ternyata orang yang peduli dengan negeri tambora itulah orang tambora.
Perjalanan peribadi.
            Kunjugan Dr. Indyo Pratomo dan Prof. Haraldur Sigurdsson ke-Sanggar dan Tambora tgl, 23 - 26 Juni 2007 sesuatu yang berharga bagi saya dan teman-teman semua dari Lembaga Penggerak Kemajuan Sanggar (LPKS), diberikan kesempatan melakukan penelitian bersama. Dr. Indiyo Pratomo ahli Geologi dan Volkanologi Bandung dan Prof. Haraldur Sigurdsson merupakan ahli volkanalogi dunia dari Rohden Islan University Roolden Amerikat Serikat memberikan motivasi-inspirasi, pengetahuan, pemahaman mengenai keberadaan suatu kerajaan di Indonesia di pulau Sumbawa, terutama sejarah letusan Tambora dan dampak letusanya. Kunjugan Dr.Indyo Pratomo dan Prof. Haraldur Sigurdsson ke-Sanggar dan Tambora tanggal 23 - 26 Juni 2007 sesuatu yang berharga bagi saya dan teman-teman semua, diberikan kesempatan melakukan penelitian bersama. Penelitian di Sanggar tanggal 23 S/d 24 Juni 2007 saya beberapa teman di Sanggar tidak sedikitpun dipikiran mengenai sejarah Tambora letusan Tambora, namun disadari ketika para peneliti dunia Prof.Dr.Hararldur Sigurdsson bersama Dr.Indiyo Pratomo menguraikan dampak letusan.Tambora lenyapnya dua kerajaan Tambora, Pekat,dan hancurnya kerajaan Sanggar akibat dampak letusan tambora 1815. Saya terkagum dilontarkan pertanyaan mengenai sejarah kerajan Sanggar mereka menguasainya. Pertanyaan dilontarkan kepada kami tidak memuaskan para peneliti ini mereka kecewa dan sempat menyatakan

...Aneh…aneh sekali  generasi sekarang tidak senang sejarahnya sendiri,lebih senang menguasai cerita Dora Emon, Telenovela, Sinetron ketimbang sejarahnya sendiri, padahal leluhurnya sakti mandraguna...

             Melihat keterbatasan kami, Prof.Haraldur Sigurdsson dan Dr.Indiyo Pratomo mencoba mempresentasikan hasil penelitian dampak letusan tambora dan temuan  sisa-sisa kerajaan tambora 200 tahun lalu. Hasil presentase tersebut, gunung Tambora memiliki letusan terdasat di dunia empat kali  dasatnya letusan Krakatau dan mempengaruhi iklim global. Selesai meneliti di Sanggar dan tanggal 25 S/d 26 Juni 2007 melakukan eskavasi situs tambora di desa Oi Bura Labuan Kananga di Sori Sumba. Sisa eskavasi menemukan sisa peradaban Tambora berupa lesung, tiang rumah, geraba tempayan, porselin dan gigi kuda, kerangka kuda.
            Di Tahun 2008 tanggal 17 sampai dengan 20 Mei saya kemataram mencari menemukan kembali bendera kerajaan dan bendera perang kerajaan Sanggar di museum Propinsi NTB yang dikirim dititip sementara tahun 1981 tanggal 10 September. Pihak museum NTB awalnya bersikeras tidak mau memberikan kesempatan untuk melihat bendera tersebut karena bendera disimpan dalam ruangan koleksi diawasi ketat keberadaannya, sebab ruang koleksi, tapi pada saat itu saya memiliki alasan tersendiri dan harus bersikeras melihat bendera kerajaan dan bendera perang tersebut dengan alasan pengembang data penelitian, kebetulan pada saat sehari sebelum  itu Dr. Indiyo Pratomo juga kemuseum NTB dan saya laporkan juga Indiyo Pratomo pernah bersama saya lima hari yang lalu ketemu di Sanggar pulang penelitian di Tambora dan mampir kembali di Sanggar dan melihat situs benteng wawo Kabune, Kaniki dan Lawang Koneng.
            Memang segala sesuatu butuh perjuangan tak perlu menyerah itulah perinsipku dan pada akhirnya petugas museum NTB itu mau menerima kehadiran saya, ketika itu pula diajak masuk keruang koleksi. Walaupun ketikan masuk keruangan koleksi harus mencari dari rak satu kerak yang lain, akhirnya bersama petugas museum NTB menemukan kembali bendera kerajaan dan bendera perang kerajaan Sanggar. 
            Di tahun 2009 Prof. Haraldur Sigurdsson ahli Volkanalogi dunia dari Rohden Islan University Roolden Amerikat serikat kembali melakukan penelitian di Sanggar tanggal 28-31 September 2009. Sasaran objek penelitian Haraldur Sigurdsson adalah kompleks bekas istana kerajaan Sanggar di Boro. Dari hasil penggalian menemukan beberapa indikasi sisa batu umpat tiang rumah kedalaman 75 cm hingga 1 meter. Penggalian ini untuk menguji sampel erupsi tambora tahun 1815 dan untuk mencari bekas istana kerajaan Sanggar di Boro yang ditandai dengan pohon Tanjung. Pada saat penggalian masih ada sisa akar batang pohon Tanjung masyarakat desa Boro mengenalnya Pohon Tanjung Menanggis. Menurut cerita masyarakat setempat pohon Tanjung ini digantungi Gendang Parafu/Marafu merupakan gendang untuk upacara Dewa permohonan hujan dan pengobatan pada jaman Ncuhi Kerajaan Sanggar dahulu sebelum Bima menguasai wilayah tersebut di tahun 1926 sampai 1933. Gendang Tanjung Menangis ini masih disipan keturunaan Said Abdullah (Dae Seo) merupakan keturunan Ncuhi radja pada masa itu dan gedang ini masih dikermatkan keturunannya dan masyarakat setempat. Gendang Tanjung Menangis ini salasatu saksi bisu sebagai indikasi menemukan aksara Kore yang ditulis di gendang mirip dengan aksara Lontara dan hampir sama dengan aksara yang ditulis di bendera kerajaan Sanggar yang dititip di Museum NTB.

            Haraldur Sigurdsson dan Indiyo Pratomo sebelum penggalian mereka membuka peta  lama Belanda dan namapak di bagian luar istana Kerajaan Sanggar di Boro ini dikelilingi bekas benteng istana mereka para peneliti ini menyusuri mengelilingi benteng istana mengikuti alur peta mengukurnya seluas panjang 300 meter dan lebar 278 meter.
            Di Tahun 2009 penelitian persama Balai Arkeologi Dempasar dipimpin langsung oleh I Made Geria dan kawan-kawanya salahsatunya I Gusti Made Suarbhawa, I Made Suastika menemukan tiang rumah. Tahun 2010 ikut melakukan ekskavasi besama dan membuat Filim berjudul “Misteri Peradaban Tambora”.  Pembuatan filim ini I Made Geria mempercayakan saya untuk melengkapi bahan dan property seperti pakaiyan adat Sambolo, Babante, Kawari.  masyarakat kerajaan Sanggar dan kerajaan Tambora saat itu sebelum gunung Tambora meletusn. Property lain saya sediakan bahan pembuat tali kuda dengan bahan serat kulit kayu waru cukup lama proses penjemuran, memperagakan langsung cara membuat tali waru pada pembuatan filim tersebut. Lokasi pembuatan filim berlokasi di kebun kopi Tambora. Keterlibatan masyarakat di kawasan lereng Gunung Tambora sebagai pemeran filim “Misteri Peradaban Tambora“ merupakan pengenalan unsur kearifan local masyarakat lereng Gunung Tambora, sehingga unsur-unsur budaya local sisa peradaban 200 tahun lalu dapat diserap, sebagai identitas pewarisan 200 tahun lalu sebagai pilar identitas kebudayaan masa kini dan akan datang. Mengenalkan dan melanjudkan budaya dan tradisi masyarakat lereng Tambora masa silam sebagai informasi pengetahuan,sumber data bagi masyarakat dan pemerintah saat ini.

            Ada yang beranggapan tiga kerajaan di lereng Tambora musnah yakni kerajaan Sanggar, kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat. Padahal ada salasatu kerajaan selamat yakni kerajaan Sanggar. Kerajaan Sanggar yang masih sebagian penduduknya selamat merupakan salasatu rujukan kebudayaan dan peradaban 200 tahun lalu. Dari sisa dan bekas peninggalan kerajaan Sanggar dan Tambora saat ini sangat minim belum ada perhatian pemerintah yang menyangkut kegiatan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan dan pariwisat di kawasan Lereng Gunung Tambora. Kekurangan data sekunder dan informasi sebagian beranggapan bahwa di Pulau Sumbawa hanya ada dua suku(Bima-Dompu, Sumbawa) padahal ada suku yang masih bertahan dan selamat 200 tahun lalu yakni Suku Kore dan Suku Tambora yang sempat menyelamatkan diri dari erupsi Tambora di Nggembe Bolo Bima dan mereka kembali ke Boro, Kawinda Toi dan Kananga setelah aman dari erupsi Gunung Tambora.
            Tahun 2011 melakukan penggalian (ekskavasi) dan hal yang sama menemukan tiang rumah yang terkarbonit terarangkan. Di tahun 2011 Kompas TV(Kompas Gramedia) membuat Ekspedisi Cincin Api Kompas. Menejer pembuatan filim ini adalah Akmal, Amir Sodikin, H. Kharul dan kawan lain yang tidak sempat kami,uraikan dalam tulisan ini. Dalam pembuatan filim ekpedisi Cincin Api Kompas ini saya dilokasi penggalian diwancarai menanyakan adanya hubungan kebudayaan Sanggar dengan kebudayaan tambora yang musnah 200 tahun lalu, termasuk keberadaan bahasa kore orang pendukung kebudayaan yang selamat di Sanggar akibat letusan tambora tahun 1815. Tahun 2013 team Trans7 datang kesanggar, mengumpukan data tentang kebudayaan Sanggar dalam rangkan persiapan 2 abad Tambora dan saya diwawanca berkisar masalah kebudayaan sanggar dan persiapan di 2 abad Tambora dan memberikan penjelasan keberadaan kebudayaan sanggar termasuk persiapan masyarakat Sanggar menyambut 2 abad tambora. Tahun 2014 KOMPAS media jejaring sosial membuat dukumenter  kebudayaan sanggar dan tambora, dalam kegiatan ini kami tampilkan tarian Puteri Dae La Minga Puteri Raja Sanggar Raja Alam La Kore, musik lesun, nyanyian dan syair “Indendua” (kecantikan Dae La Minga tiada duanya) yang masih bertahan. Tahun 2014 awal Kegiatan LKLI (Lembaga Kearifan Lokal Indonnesia) walaupun sebelumnya kegiatan kami adakan adalah peringatan HUT RI dengan berbagai macam lomba. Tahun 2014 tanggal 7 sampai 9 September kami membangkitkan nama kerajaan Sanggar yang tergabung dalam acara Festival Keraton Nusantara (FKN) di Kota Bima. Kami sebagai Lembaga Kearifan Local Indonesia  saya sendiri ketua LKLI dan, Harmoko, Indra Kusuma, Aryati dengan masyarakat, para pelajar SMA melakukan kirap budaya kerajaan Sanggar, tema spanduk “Kebangkitan Kebudayaan Sanggar”.kami merasa bangga kerajaan Sanggar yang hampir tidak disebut-sebut namamya terbungkus oleh kerajaan Bima muncul seperti mutiara dalam lumpur, terang di kegelapan.
            Ifen Tambora Menyapa Dunia(TMD) 200 tahun Tambora gencar di Nusa Tenggara Barat sejak tahun 2013 sampai puncak  acara di tahun 2015, ini pun tidak menjadi issue baru bagi saya sebab kegiatan hari ulang tahun tambora sudah pertama kali di gagas oleh Prof. Haraldur Sigurdsson dan Dr. Indiyo Pratomo disampaikan di kebun kopi Tambora usai penggalian di rumah tinggalan Belanda sejak tahun 2007. Indiyo Pratomo menyampaikan pada saya saat itu

Pak As`ad  Tambora ini akan diadakan peringatan hari ulang tahun keduaratus kenapa ini diadakan karena Tambora ini adalah gunung yang memiliki letusan terdasat di dunia empat kali lipat letusan  gunung Krakatau, semua ilmuan dunia akan hadir di Tambora, itu akan memakan anggaran sedikitnya lebih kurang 6 milliyaran pada puncak acaranya,ini saya bandingkan dengan hari ulang tahun gunung Krakatau, orang nanti pas puncak acara melewati puncak tambora semua lini baik jalur Sanggar, Kawinda Toi,Pancasila…
           
            Pertanyaannya siapa penggagas pertama kali 200 Tambora dan mungkin ini akan menjadi pertanyaan besar bagi kita di Indonesia khusus di wilayah propinsi NTB. Itu semua penggagasnya adalah Prof. Haraldur Sigurdsson dan Indiyo Pratomo.

Dr. Indiyo Pratomo ahli geologi fulkanologi Bandung di penggalian situs tambora 2007

Peringatan 200 Tambora ini juga petama saya muat di Lombok Post dan NTB Post tahun 2008 dengan Judul “ Apa Yang Menjadi Persiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu dan Propinsi NTB Dalam Rangka Persiapan Peringkatan Ulang Tahun Tambora”. Berita ini dulu tidak direspons, tetapi baru hangat berkisar di tahun 2013 dan di tahun 2015. Walaupun di tahun 2015 paling hangat dan rame namun pelaksanaan pada puncak acara tidak sesuai rencana awal para ilmuan fulkanologi dan arkeologi lebih dominan seremonia ketimbang konsep keilmuan dan keilmiaan. Sebab konsep keilmuan penting sebagai rujukan kebijakan pembangunan daerah yang akan melahirkan rekomendasi dalam kebijakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk perencanaan pembangunan.
            Ifen 200 tahun Tambora kami Lembaga Kearifan Lokal Indonesia (LKLI) perpartisipasi kegiatan menyambut 200 tahun Tambora dan mendapat penghargaan mengikuti ifen tersebut baik dari pemerintah propinsi NTB maupun dari Kompas Bantara Budaya. Ifen yang dilaksanakan oleh LKLI di wilayah kawasan lereng Tambora kecamatan Sanggar Kegiatan pentas budaya sadar wisata keliling situs sejarah Sanggar dan tracking gunung Tambora jalur kecamatan Sanggar jalur LKLI Aba Ravi.Kegiatan jelajah situs dan tracking di ikuti 60 peserta Pembina Pramuka Kabupaten Bima, 35 siswa Pecinta Alam SMAN 1 Sanggar, 15 orang Komunitas Sarangge Mbojo, 10 orang team Medis dan 20 orang dari Panitia. Kegiatan pentas budaya dilaksanakan pada tanggal 8 April, kegiatan sadar wisata keliling situs sejarah tanggal 9 April diliput oleh Kompas TV. Kegiatan kerjasama LKLI dengan Kompas TV tanggal 8 – 9 April 2015 meliput situs-situs sejarah wilayah sanggar, Upacara Tolak Bala, ekplorasi potensi hasil hutan madu Tambora lokasi Lompa Piong Talwiwe kecamatan Sanggar kabupaten Bima NTB. Kegiatan tracking tanggal 10 sampai 11 April 2015. Selain kegiatan lembaga kami mendapat undangan dari Dinas Pariwisata Propinsi NTB mengikuti pameran arkeologi di Asi Bima tanggal 6 sampai 9 April 2015 mewakili Sanggar dan Tambora. Selain kegiatan oleh pemerintah LKLI  mendapat undangan dari Bantara Budaya Kompas megikuti pameran tanggal,16-26 April 2015,Talkshow tanggal 16-24 April 2015. Rentetan perjalan pribadi dan lembaga ini adalah bentuk penghargaan bagi kami sebagai masyarakat local untuk berpartisipasi mempromosikan potensi Propinsi NTB dan Indonesia di mata dunia sekaligus menata kembali sisa peradaban letusan Gunung Tambora 200 tahun lalu.
            Di Pameran Bentara Budaya saya hadir di Jakarta tanggal 14 April 2015 mengikuti kegiatan pameran dan Talkshow tanggal 17-26 April 2015. Kehadiraaku mengikuti pameran dan talkshow sebagai narasumber peringatan 200 tahun Tamboro dengan bertajuk “Kuldesak Tambora” yang diselenggarkan Kompas Gramedia 200 Tahun Tambora Cellinges telah menemukan kembali identitasku”Jejakku Untuk Negeri Tambora”. Di pameran ini aku dibuat seperti orang asing yang tidak memahami tambora merekalah yang memahami tambora. Disetiap sudut bangunan terpampang foto-foto, tulisan-tulisan, tinggalan artevak Tambora. Kompas memang memiliki data-data penting dan lengkap, rutin mempublikasikan Tambora baik media cetak, elektronik maupun Jejaring Sosial. Mereka menang dalam sayembara ini mengalahkan tokoh-tokoh pribumi, instansi pribumi, kamipun tetap berbuat di bumi Nusa Tenggara Barat tetapi tak sedetail deretan informasi dan ilmu pengetahuan yang di eksplorasi dan diekspos Kompas.


            Tanggal, 29 April sampai 5 Mei 2015  menaiki kereta api Argolawu menuju Jogja dan Solo studibanding gunung api Merapi Sleman Jogja, dengan berbagai lokasi seperti komunitas Lima Gunung, tempat Mas Ipang pelukis maestro, Candi Borobudur, Seni Wayang (Mas Sujono) Museum Mini Sisa Hartaku (milik Mas Sriyanto), Banker, Batu Alien, pengelola wisata Alam milik Bambang Kriwil(babe). Studibanding ini adalah pengetahuan yang berharga menjadi inspirasiku yang harus ditebarkan di tanah Tambora”Jejakku Untuk Negeri Tambora”.
            Terimakasih bagi semua pihak yang memberikan motivasi inspirasi dukungan moril dan materiil terutama Kepada; Dr.Indiyo Pratomo, Prof.Haraldur Sigurdsson, Drs.I Made Geria,M.Si, Drs. I Gusti Made Swarbhawa, Drs.Sonny Wibisono,MA,DEA Dr. Surono, Manejer Kompas Gramedia Cetak Heryadi Saptono, Mas Ahmad Arif, Amir Sodikin, Mbak Ika, dan Kompas Gramedia TV Mbak Dila dkk. dan terimakasih pula Kepada Gubernur NTB H.Muhammad Zainul Majdi,Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Fauzan, Bupati Bima H. Syafruddin, Kepada Dinas Pariwisata Kab. Bima, Sesepu Sanggar Drs. Azubair,M.Si, Ketua Adat Sanggar Sanggar Abdul Azis.
Bendera Perang Kerajaan Sanggar di titip di dan menjadi koleksi Museum NTB di foto tahun 2009

SEJARAH MATA AIR TAMPURO

  Dari Sumber terpecaya hasil wawancara team Kompas Gramedia mantan camat Sanggar Ahmad Mutalib beliau memberikan keterangan terkait lokasi ...