JEJAKKU UNTUK NEGERI TAMBORA
Oleh AS`AD
(Lembaga Kearifan Lokal Indonesia)
Berjalan setapak demi setapak daripada berdiam diri
Berbuat sesuatu daripada tak membuahkan sesuatu
Tak ada rotan akarpunjadi
Segala sesuatu pasti terlaksana jua
Jejak perjalanan ini melelahkan
untuk negeriku, tapi kemana aku harus berkeluh kesa. Kisah perjalan ini adalah
perjuanganku untuk menemukan kembali sebuah identitasku yang hilang sejak
letusan Tambora tahun 1815 terjadi 200 tahun lalu. impian itu ketika aku menuai
menganyam akar, bertemu dengan kerajinan rotan,mereka membagikan rotan-rotannya
itu untukku, dibuat negeriku Tambora menjadi anyaman kerajinan rotan yang
sangat indah. Aku tak tahu apa yang harus aku katakan ternyata orang-orang
asing lebih memahami negeriku, aku dibuatnya seperti orang asing, ternyata
orang yang peduli dengan negeri tambora itulah orang tambora.
Perjalanan peribadi.
Kunjugan
Dr. Indyo Pratomo dan Prof. Haraldur Sigurdsson ke-Sanggar dan Tambora tgl, 23
- 26 Juni 2007 sesuatu yang berharga bagi saya dan teman-teman semua dari
Lembaga Penggerak Kemajuan Sanggar (LPKS), diberikan kesempatan melakukan
penelitian bersama. Dr. Indiyo Pratomo ahli Geologi dan Volkanologi Bandung dan
Prof. Haraldur Sigurdsson merupakan ahli volkanalogi dunia dari Rohden Islan University Roolden Amerikat Serikat memberikan motivasi-inspirasi,
pengetahuan, pemahaman mengenai keberadaan suatu kerajaan di Indonesia di pulau
Sumbawa, terutama sejarah letusan Tambora dan dampak letusanya. Kunjugan Dr.Indyo
Pratomo dan Prof. Haraldur Sigurdsson ke-Sanggar dan Tambora tanggal 23 - 26
Juni 2007 sesuatu yang berharga bagi saya dan teman-teman semua, diberikan
kesempatan melakukan penelitian bersama. Penelitian di Sanggar tanggal 23 S/d
24 Juni 2007 saya beberapa teman di Sanggar tidak sedikitpun dipikiran mengenai sejarah Tambora letusan
Tambora, namun disadari ketika para peneliti dunia Prof.Dr.Hararldur Sigurdsson
bersama Dr.Indiyo Pratomo menguraikan dampak letusan.Tambora lenyapnya dua
kerajaan Tambora, Pekat,dan hancurnya kerajaan Sanggar akibat dampak letusan tambora
1815. Saya terkagum dilontarkan pertanyaan mengenai sejarah kerajan Sanggar
mereka menguasainya. Pertanyaan dilontarkan kepada kami tidak memuaskan para
peneliti ini mereka kecewa dan sempat menyatakan
...Aneh…aneh
sekali generasi sekarang tidak senang
sejarahnya sendiri,lebih senang menguasai cerita Dora Emon, Telenovela, Sinetron ketimbang sejarahnya sendiri, padahal leluhurnya sakti mandraguna...
Melihat keterbatasan kami, Prof.Haraldur
Sigurdsson dan Dr.Indiyo Pratomo mencoba mempresentasikan hasil penelitian
dampak letusan tambora dan temuan
sisa-sisa kerajaan tambora 200 tahun lalu. Hasil presentase tersebut, gunung
Tambora memiliki letusan terdasat di dunia empat kali dasatnya letusan Krakatau dan mempengaruhi
iklim global. Selesai meneliti di Sanggar dan tanggal 25 S/d 26 Juni 2007
melakukan eskavasi situs tambora di desa Oi Bura Labuan Kananga di Sori Sumba.
Sisa eskavasi menemukan sisa peradaban Tambora berupa lesung, tiang rumah,
geraba tempayan, porselin dan gigi kuda, kerangka kuda.
Di Tahun
2008 tanggal 17 sampai dengan 20 Mei saya kemataram mencari menemukan kembali
bendera kerajaan dan bendera perang kerajaan Sanggar di museum Propinsi NTB
yang dikirim dititip sementara tahun 1981 tanggal 10 September. Pihak museum
NTB awalnya bersikeras tidak mau memberikan kesempatan untuk melihat bendera
tersebut karena bendera disimpan dalam ruangan koleksi diawasi ketat
keberadaannya, sebab ruang koleksi, tapi pada saat itu saya memiliki alasan
tersendiri dan harus bersikeras melihat bendera kerajaan dan bendera perang
tersebut dengan alasan pengembang data penelitian, kebetulan pada saat sehari
sebelum itu Dr. Indiyo Pratomo juga kemuseum
NTB dan saya laporkan juga Indiyo Pratomo pernah bersama saya lima hari yang
lalu ketemu di Sanggar pulang penelitian di Tambora dan mampir kembali di Sanggar
dan melihat situs benteng wawo Kabune, Kaniki dan Lawang Koneng.
Memang
segala sesuatu butuh perjuangan tak perlu menyerah itulah perinsipku dan pada akhirnya
petugas museum NTB itu mau menerima kehadiran saya, ketika itu pula diajak masuk
keruang koleksi. Walaupun ketikan masuk keruangan koleksi harus mencari dari
rak satu kerak yang lain, akhirnya bersama petugas museum NTB menemukan kembali
bendera kerajaan dan bendera perang kerajaan Sanggar.
Di tahun 2009 Prof.
Haraldur Sigurdsson ahli Volkanalogi dunia dari Rohden Islan University
Roolden Amerikat serikat kembali melakukan penelitian di Sanggar tanggal 28-31
September 2009. Sasaran objek penelitian Haraldur Sigurdsson adalah kompleks
bekas istana kerajaan Sanggar di Boro. Dari hasil penggalian menemukan beberapa
indikasi sisa batu umpat tiang rumah kedalaman 75 cm hingga 1 meter. Penggalian
ini untuk menguji sampel erupsi tambora tahun 1815 dan untuk mencari bekas
istana kerajaan Sanggar di Boro yang ditandai dengan pohon Tanjung. Pada saat
penggalian masih ada sisa akar batang pohon Tanjung masyarakat desa Boro
mengenalnya Pohon Tanjung Menanggis. Menurut cerita masyarakat setempat pohon
Tanjung ini digantungi Gendang Parafu/Marafu merupakan gendang untuk upacara
Dewa permohonan hujan dan pengobatan pada jaman Ncuhi Kerajaan Sanggar dahulu
sebelum Bima menguasai wilayah tersebut di tahun 1926 sampai 1933. Gendang
Tanjung Menangis ini masih disipan keturunaan Said Abdullah (Dae Seo) merupakan
keturunan Ncuhi radja pada masa itu dan gedang ini masih dikermatkan
keturunannya dan masyarakat setempat. Gendang Tanjung Menangis ini salasatu
saksi bisu sebagai indikasi menemukan aksara Kore yang ditulis di gendang mirip
dengan aksara Lontara dan hampir sama dengan aksara yang ditulis di bendera
kerajaan Sanggar yang dititip di Museum NTB.
Haraldur Sigurdsson dan Indiyo
Pratomo sebelum penggalian mereka membuka peta
lama Belanda dan namapak di bagian luar istana Kerajaan Sanggar di Boro ini
dikelilingi bekas benteng istana mereka para peneliti ini menyusuri mengelilingi
benteng istana mengikuti alur peta mengukurnya seluas panjang 300 meter dan
lebar 278 meter.
Di Tahun 2009 penelitian persama
Balai Arkeologi Dempasar dipimpin langsung oleh I Made Geria dan kawan-kawanya
salahsatunya I Gusti Made Suarbhawa, I Made Suastika menemukan tiang rumah.
Tahun 2010 ikut melakukan ekskavasi besama dan membuat Filim berjudul “Misteri
Peradaban Tambora”. Pembuatan filim ini
I Made Geria mempercayakan saya untuk melengkapi bahan dan property seperti
pakaiyan adat Sambolo, Babante, Kawari. masyarakat kerajaan Sanggar dan kerajaan
Tambora saat itu sebelum gunung Tambora meletusn. Property lain saya sediakan bahan
pembuat tali kuda dengan bahan serat kulit kayu waru cukup lama proses
penjemuran, memperagakan langsung cara membuat tali waru pada pembuatan filim
tersebut. Lokasi pembuatan filim berlokasi di kebun kopi Tambora. Keterlibatan
masyarakat di kawasan lereng Gunung Tambora sebagai pemeran filim “Misteri
Peradaban Tambora“ merupakan pengenalan unsur kearifan local masyarakat lereng
Gunung Tambora, sehingga unsur-unsur budaya local sisa peradaban 200 tahun lalu
dapat diserap, sebagai identitas pewarisan 200 tahun lalu sebagai pilar
identitas kebudayaan masa kini dan akan datang. Mengenalkan dan melanjudkan
budaya dan tradisi masyarakat lereng Tambora masa silam sebagai informasi
pengetahuan,sumber data bagi masyarakat dan pemerintah saat ini.
Ada yang beranggapan tiga kerajaan
di lereng Tambora musnah yakni kerajaan Sanggar, kerajaan Tambora, Kerajaan
Pekat. Padahal ada salasatu kerajaan selamat yakni kerajaan Sanggar. Kerajaan
Sanggar yang masih sebagian penduduknya selamat merupakan salasatu rujukan
kebudayaan dan peradaban 200 tahun lalu. Dari sisa dan bekas peninggalan
kerajaan Sanggar dan Tambora saat ini sangat minim belum ada perhatian
pemerintah yang menyangkut kegiatan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan
kebudayaan dan pariwisat di kawasan Lereng Gunung Tambora. Kekurangan data
sekunder dan informasi sebagian beranggapan bahwa di Pulau Sumbawa hanya ada
dua suku(Bima-Dompu, Sumbawa) padahal ada suku yang masih bertahan dan selamat
200 tahun lalu yakni Suku Kore dan Suku Tambora yang sempat menyelamatkan diri
dari erupsi Tambora di Nggembe Bolo Bima dan mereka kembali ke Boro, Kawinda
Toi dan Kananga setelah aman dari erupsi Gunung Tambora.
Tahun 2011 melakukan penggalian
(ekskavasi) dan hal yang sama menemukan tiang rumah yang terkarbonit terarangkan.
Di tahun 2011 Kompas TV(Kompas Gramedia) membuat Ekspedisi Cincin Api Kompas.
Menejer pembuatan filim ini adalah Akmal, Amir Sodikin, H. Kharul dan kawan
lain yang tidak sempat kami,uraikan dalam tulisan ini. Dalam pembuatan filim ekpedisi
Cincin Api Kompas ini saya dilokasi penggalian diwancarai menanyakan adanya
hubungan kebudayaan Sanggar dengan kebudayaan tambora yang musnah 200 tahun
lalu, termasuk keberadaan bahasa kore orang pendukung kebudayaan yang selamat di
Sanggar akibat letusan tambora tahun 1815. Tahun 2013 team Trans7 datang
kesanggar, mengumpukan data tentang kebudayaan Sanggar dalam rangkan persiapan
2 abad Tambora dan saya diwawanca berkisar masalah kebudayaan sanggar dan
persiapan di 2 abad Tambora dan memberikan penjelasan keberadaan kebudayaan
sanggar termasuk persiapan masyarakat Sanggar menyambut 2 abad tambora. Tahun
2014 KOMPAS media jejaring sosial membuat dukumenter kebudayaan sanggar dan tambora, dalam
kegiatan ini kami tampilkan tarian Puteri Dae La Minga Puteri Raja Sanggar Raja
Alam La Kore, musik lesun, nyanyian dan syair “Indendua” (kecantikan Dae La Minga
tiada duanya) yang masih bertahan. Tahun 2014 awal Kegiatan LKLI (Lembaga
Kearifan Lokal Indonnesia) walaupun sebelumnya kegiatan kami adakan adalah
peringatan HUT RI dengan berbagai macam lomba. Tahun 2014 tanggal 7 sampai 9
September kami membangkitkan nama kerajaan Sanggar yang tergabung dalam acara
Festival Keraton Nusantara (FKN) di Kota Bima. Kami sebagai Lembaga Kearifan
Local Indonesia saya sendiri ketua LKLI dan,
Harmoko, Indra Kusuma, Aryati dengan masyarakat, para pelajar SMA melakukan
kirap budaya kerajaan Sanggar, tema spanduk “Kebangkitan Kebudayaan Sanggar”.kami
merasa bangga kerajaan Sanggar yang hampir tidak disebut-sebut namamya
terbungkus oleh kerajaan Bima muncul seperti mutiara dalam lumpur, terang di
kegelapan.
Ifen Tambora Menyapa Dunia(TMD) 200
tahun Tambora gencar di Nusa Tenggara Barat sejak tahun 2013 sampai puncak acara di tahun 2015, ini pun tidak menjadi
issue baru bagi saya sebab kegiatan hari ulang tahun tambora sudah pertama kali
di gagas oleh Prof. Haraldur
Sigurdsson dan Dr. Indiyo Pratomo disampaikan di kebun
kopi Tambora usai penggalian di rumah tinggalan Belanda sejak tahun 2007.
Indiyo Pratomo menyampaikan pada saya saat itu
…Pak As`ad
Tambora ini akan diadakan peringatan hari ulang tahun keduaratus kenapa
ini diadakan karena Tambora ini adalah gunung yang memiliki letusan terdasat di
dunia empat kali lipat letusan gunung
Krakatau, semua ilmuan dunia akan hadir di Tambora, itu akan memakan anggaran
sedikitnya lebih kurang 6 milliyaran pada puncak acaranya,ini saya bandingkan
dengan hari ulang tahun gunung Krakatau, orang nanti pas puncak acara melewati
puncak tambora semua lini baik jalur Sanggar, Kawinda Toi,Pancasila…
Pertanyaannya siapa penggagas
pertama kali 200 Tambora dan mungkin ini akan menjadi pertanyaan besar bagi
kita di Indonesia khusus di wilayah propinsi NTB. Itu semua penggagasnya adalah
Prof. Haraldur Sigurdsson dan Indiyo Pratomo.
Peringatan 200 Tambora ini juga
petama saya muat di Lombok Post dan NTB Post tahun 2008 dengan Judul “ Apa Yang
Menjadi Persiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu dan
Propinsi NTB Dalam Rangka Persiapan Peringkatan Ulang Tahun Tambora”. Berita
ini dulu tidak direspons, tetapi baru hangat berkisar di tahun 2013 dan di
tahun 2015. Walaupun di tahun 2015 paling hangat dan rame namun pelaksanaan
pada puncak acara tidak sesuai rencana awal para ilmuan fulkanologi dan
arkeologi lebih dominan seremonia ketimbang konsep keilmuan dan keilmiaan.
Sebab konsep keilmuan penting sebagai rujukan kebijakan pembangunan daerah yang
akan melahirkan rekomendasi dalam kebijakan pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat untuk perencanaan pembangunan.
Dr. Indiyo Pratomo ahli geologi fulkanologi Bandung di penggalian situs tambora 2007 |
Ifen 200 tahun Tambora kami Lembaga
Kearifan Lokal Indonesia (LKLI) perpartisipasi kegiatan menyambut 200 tahun Tambora
dan mendapat penghargaan mengikuti ifen tersebut baik dari pemerintah propinsi
NTB maupun dari Kompas Bantara Budaya. Ifen yang dilaksanakan oleh LKLI di
wilayah kawasan lereng Tambora kecamatan Sanggar Kegiatan pentas budaya sadar
wisata keliling situs sejarah Sanggar dan tracking gunung Tambora jalur
kecamatan Sanggar jalur LKLI Aba Ravi.Kegiatan jelajah situs dan tracking di
ikuti 60 peserta Pembina Pramuka Kabupaten Bima, 35 siswa Pecinta Alam SMAN 1
Sanggar, 15 orang Komunitas Sarangge Mbojo, 10 orang team Medis dan 20 orang
dari Panitia. Kegiatan pentas budaya dilaksanakan pada tanggal 8 April,
kegiatan sadar wisata keliling situs sejarah tanggal 9 April diliput oleh
Kompas TV. Kegiatan kerjasama LKLI dengan Kompas TV tanggal 8 – 9 April 2015 meliput
situs-situs sejarah wilayah sanggar, Upacara Tolak Bala, ekplorasi potensi
hasil hutan madu Tambora lokasi Lompa Piong Talwiwe kecamatan Sanggar kabupaten
Bima NTB. Kegiatan tracking tanggal 10 sampai 11 April 2015. Selain kegiatan
lembaga kami mendapat undangan dari Dinas Pariwisata Propinsi NTB mengikuti
pameran arkeologi di Asi Bima tanggal 6 sampai 9 April 2015 mewakili Sanggar
dan Tambora. Selain kegiatan oleh pemerintah LKLI mendapat undangan dari Bantara Budaya Kompas
megikuti pameran tanggal,16-26 April 2015,Talkshow tanggal 16-24 April 2015.
Rentetan perjalan pribadi dan lembaga ini adalah bentuk penghargaan bagi kami
sebagai masyarakat local untuk berpartisipasi mempromosikan potensi Propinsi
NTB dan Indonesia di mata dunia sekaligus menata kembali sisa peradaban letusan
Gunung Tambora 200 tahun lalu.
Di
Pameran Bentara Budaya saya hadir di Jakarta tanggal 14 April 2015 mengikuti
kegiatan pameran dan Talkshow tanggal 17-26 April 2015. Kehadiraaku mengikuti
pameran dan talkshow sebagai narasumber peringatan 200 tahun Tamboro dengan
bertajuk “Kuldesak Tambora” yang diselenggarkan Kompas Gramedia 200 Tahun Tambora Cellinges telah menemukan kembali
identitasku”Jejakku Untuk Negeri Tambora”. Di pameran ini aku dibuat seperti
orang asing yang tidak memahami tambora merekalah yang memahami tambora.
Disetiap sudut bangunan terpampang foto-foto, tulisan-tulisan, tinggalan
artevak Tambora. Kompas memang memiliki data-data penting dan lengkap, rutin
mempublikasikan Tambora baik media cetak, elektronik maupun Jejaring Sosial.
Mereka menang dalam sayembara ini mengalahkan tokoh-tokoh pribumi, instansi
pribumi, kamipun tetap berbuat di bumi Nusa Tenggara Barat tetapi tak sedetail
deretan informasi dan ilmu pengetahuan yang di eksplorasi dan diekspos Kompas.
Tanggal, 29
April sampai 5 Mei 2015 menaiki kereta
api Argolawu menuju Jogja dan Solo studibanding gunung api Merapi Sleman Jogja,
dengan berbagai lokasi seperti komunitas Lima Gunung, tempat Mas Ipang pelukis
maestro, Candi Borobudur, Seni Wayang (Mas Sujono) Museum Mini Sisa Hartaku (milik
Mas Sriyanto), Banker, Batu Alien, pengelola wisata Alam milik Bambang
Kriwil(babe). Studibanding ini adalah pengetahuan yang berharga menjadi
inspirasiku yang harus ditebarkan di tanah Tambora”Jejakku Untuk Negeri
Tambora”.
Terimakasih
bagi semua pihak yang memberikan motivasi inspirasi dukungan moril dan materiil
terutama Kepada; Dr.Indiyo Pratomo, Prof.Haraldur Sigurdsson, Drs.I Made Geria,M.Si,
Drs. I Gusti Made Swarbhawa, Drs.Sonny Wibisono,MA,DEA Dr. Surono, Manejer
Kompas Gramedia Cetak Heryadi Saptono, Mas Ahmad Arif, Amir Sodikin, Mbak Ika,
dan Kompas Gramedia TV Mbak Dila dkk. dan terimakasih pula Kepada Gubernur NTB
H.Muhammad Zainul Majdi,Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Fauzan, Bupati Bima H.
Syafruddin, Kepada Dinas Pariwisata Kab. Bima, Sesepu Sanggar Drs.
Azubair,M.Si, Ketua Adat Sanggar Sanggar Abdul Azis.